Membiru di Simpang Pemalang

June 17, 2025 Add Comment

Pertigaan Jalan Pemuda, Pemalang.
Akhirnya saya mengunjungi tempat rumah maya ini. rasanya terlampau lama lebih dari beberapa putaran tahun membiarkannya sunyi layaknya tak berpenghuni. Ada banyak alasan yang membuat rasa enggan teramat tebal hingga tak ada jawaban kenapa harus kembali  rutin menulis di disini. 

Hingga di pertengahan 2025ini saya ingin berdamai, menziarahi hal yang telah lalu. ya, saya mencoba lagi pulang. 


kantor PLN ULP Pemalang, ada resto di depanya, oiya tulisan ini terketik di situ rupanya

Berawal dari rasa mangu yang terus mengganjal, hingga saya menyintas di jalur romantikanya pulau jawa, Pantura. 

Adalah jelujur jalan Pantura tepatnya di arah ke barat selepas keluar dari semarang, kurang lebihnya di daerah kendal hingga pemalang. mungkin perasaan saya saja yang sedang terkantuk kabut sentimentil sehingga jalur ini ikut jua larut dalam termangunya yang serasa abadi.

Saat saya melintas di simpang tiga Pemalang, saya kok jadi teringat buku lama semasa kuliah dulu.  Judulnya peristiwa tiga daerah, karya tulisan Anton E Lukas . Waktu itu saya tak berkesempatan memiliki buku aslinya, namun saya punya fotokopian nya. Loh salah ga ya? Sudah copy-nya buram lagi. 

Ya memang benar adanya, pemalang bukan melulu tentang peristiwa Oktober hingga Desember  tujuh puluh sembilan tahun yang lalu, masih ada banyak hal lainnya, nanas madu, atau bahkan kuliner khas pantura yang menggoda misalnya. tetapi entah mengapa setiap melintasi Pemalang saya selalu terngiang akan peristiwa kelabu tersebut. mungkin perkataan salah satu kawan lama saya memang benar adanya, bahwa cara bekerja ingatan seseorang itu seperti bawang merah, maksudnya tersusun secara berlapis-lapis namun kesemuanya saling terkait walaupun ada kalanya keterkaitan itu akhirnya terkelupas seiring waktu. ah jadi agak melenceng jauh kan?  

Ya anggap saja saya terdisrupsi elegi. 

Salam jumpa kembali, terimakasih selalu ada rajin berkunjung di blog ini bahkan masih meninggalkan komentar di tulisan lama saya..

Nostalgia Sepeda Jengki Phoenix, sepeda China yang dimiliki hampir seluruh keluarga Indonesia

January 03, 2021 Add Comment
                Pertengahan tahun 1965 Presiden pertama RI Soekarno pernah menumpahkan kekesalanya pada budaya barat yang mulai tersemai dan digandurungi kawula muda. muda-mudi waktu itu sedang gandrung musik-musik band dari  barat. “Suara Ngak Ngek Ngok” begitu tuding sukarno pada lagu-lagu rock n roll dari grup musik the beatles asal kota liverpool Ingris yang sejak tahuan 1962 mendemami seantero dunia.


Akibat sikap anti barat dan amerika yang mulai digetok palu oleh sukarno, semua hal yang berbau barat harus pupus untuk masuk ke Indonesia secara utuh. Sejak tahun itu Soekarno bisa dikatakan berhasil melarang keberadaan musik-musik barat masuk ke indonesia. Sokearno bisa melarang, bahkan membakar ribuan piringan hitam lagu-lagu dari musisi barat dan amerika.  tapi.. ia tetap gagal. Soekarno tetap gagal membendung masuknya pengaruh barat dalam keseharian masyarakat terutama dikota-kota besar di negeri ini. 


 Ambil contoh begitu tenar dan ngetrendya rumah jengki atau Yankee. rumah jengki adalah sebutan rumah bergaya amerika yang waktu itu sangat favorit jadi desain perumahan elit. pun juga celana jengki yang merujuk pada celana jean model cut bray yang ikonik dan sangat digandrungi kawula muda di perkotaan. Dan istilah jengki-jengki yang lainya.

 

Sepede Jengki datang di indoensia di waktu yang tepat
Jengki lainya adalah sepeda jengki. adalah penyebutan sepeda yang asal tiongkok yang masuk ke indonesia dan mulai naik daun sejak pertengahan tahun 60an. merek sepeda jengki yang sohor waktu itu dengan Phoenix dan Butterfly. Produsen sepeda dari tiongkok ini rupanya jeli melihat peluang dagang di Indonesia.  mereka menemukan moment tepat dengan melihat sikap politik anti barat Soekarno. 


Salah satu kunci sukses sepeda-sepeda tersebut adalah pada pengistilahan jengki dalam pemasaranya. Sepeda phoenix tipe shanghai secara kasat mata bak pinang dibelah dua dengan sepeda raleighs tipe lady bike ataupun brand asli paman sam schwinn. tak hanya itu, bahasa marketing dengan penyebutan jengki begitu ampuh bahkan melampaui merk sepeda tiongkok itu sendiri.


Efeknya nyata, sepeda Phoenik langsung nemplok di hati peminat sepeda sejak akhir tahun 1960an, apalagi sepeda-sepeda tersebut dihargai jauh lebih terjangkau dibandingkan sepeda-sepeda eropa, khususnya dari jerman dan belanda. 


Pengistilahan jengki untuk varian sepeda tiongkok ini secara tidak langsung memberi label kuno, imperialis bin antek penjajah untuk sepeda kumbang dari negeri kincir angin. Dan bisa dipastikan keberadaanya menjadi semakin inferior dan tenggelam. 


Kembali ke sepeda jengki. Sekitar tahun 1988, bapak saya berkesempatan meminang salah satu sepeda phoenix warna biru samber lilin untuk wara-wiri bersekolah salah satu kakak saya. Waktu itu saya ingat betul rasanya buble wrap yang membungkus rangka sepeda tersebut menjadi mainan tersendiri bagi saya. Tahu sendiri kan kalau dipencet buliran plastik tersebiut akan mengeluarkan suara tar tar tar.

Plomber tertanda tahun 1989

kondisi sebelum di bersihkan karatnya.

Ada satu pengalaman kurang enak dari sepeda ini di masa kanak-kanak. Yaitu “keruji” yaitu kejadian kaki saya masuk ke jari-jari roda belakang saat mbonceng di angsang. Akibatnya tumit kanan robek beberapa cm, hal itu tentu menimbulkan kengiluan tersendiri. Selain itu rem tromol sepeda ini cenderung mbandang atau bisa dipastikan tidak pakem dan bersuara mendecit keras. 


Makanya pengereman sepeda jengki akhirnya banyak dirubah menjadi torpedo agar lebih pakem dan awet. Sampai sekarang sepeda jengki ini masih “ada” namun mangkrak karena sudah jarang terpakai. Dan tahun ini genap sudah 33 tahun menemani gowes anak-anak bapak untuk sekolah dari generasi ke generasi. 


Sekarang sepeda ini masih ada namun seperti tiada, karena sudah keropos, aus dan beberapa part sudah hilang karena termakan usia tanpa pernah dipakai. Terakhir kalau tidak salah tahun 2012 yang lalu sepeda ini masih bisa jalan. 


Ada keinginan untuk menghidupkan lagi sepeda ini. apalagi di masa pandemi ini bersepeda kembali marak. 
Dimulai dari awal tahun 2021 ini. 
Entah jadi seperti apa sepeda jengki ini nantinya. 

Ada yang punya usul atau ada yang mau memberi donasi? 
Hehehe just kidding..  

Nekt artikel saya akan update perkembangan restorasi sepeda jengki ini. salam 

update sementara

poles cat clear

Eksperimen mencoba Foto Makro dengan kamera lawas Nikon Coolpix L320

December 05, 2020 Add Comment

 Bulan Desember telah menyambangi lagi. cuaca yang kelabu dan hujan yang mulai rajin rasanya malas semakin melengkap dengan rutinitas mager, alias malas gerak. apalagi ditengah kecamuk pandemi Covid 19 yang belum juga berujung. ah apa apaan ini👀👀👀

dan kali ini saya mencoba cekrak-cekrek foto makro, tetapi berhubung masih pemula dan asal saja ya begini deh jadinya.. oiya kamera yang saya gunakan kamera digital jadul Nikon Coolpix L320. 

semoga bisa dimikmati manteman semua..


Pohon paku-pakuan di tembok


Jamur lumut kayu


Lumut tembok bulan desember


Urek-urek polo, eh ada nama lainya ditempat kalian gaes?


Kuncup bunga melati


Daun cemara lilin 

Daun cemara lilin


Embun di ujung daun adenium


Kaktus mulai bersemi, lucu ya?


Mengintip tagihan listrik bulan ini

Pohon paku terselip di dinding. seperti puisi widji thukul ya


Kuncup daun pucuk merah


Lidah sapi, Eh bener ga sih?


Pucuk daun cemara lilin

No caption

Gumuk rayap


eh si sapi....

\


Nyapu sampai RONTOK💪

Mengenal pisau dapur Koripan Klaten, legenda Carl Schliper Jawa dari bumi Rojolele

January 21, 2020 Add Comment
Dentingan besi yang beradu dengan palu baja sudah seperti layaknya gending langgam bagi sebagian masyarakat desa Kranggan, Keprabon dan Segaran. Ketiga desa di wilayah Kecamatan  Delanggu dan Kecamatan Polanharjo tersebut merupan sentra pande besi terutama untuk alat dapur dan pertanian. Satu hal yang menjadi benang sejarah masa lampau yang menyambungkan ketiga desa ini adalah nama besar Koripan sebagai trade marknya.

beberapa jenis pisau dari koripan
Dahulu Koripan adalah sebuah nama dusun yang menjadi pasar perkakas alat pertanian dan aneka rupa pisau dapur yang dihasilkan para pande besi disekitar desa setempat. Namun cerita tutur tentang dusun Koripan ternyata jauh lebih kaya dan masih menyisakan kepingan-kepingan sejarah yang tak banyak terjamah. 

Jangka waktu terbawa juga meyeret lebih dalam tentang koripan. Nama dusun yang asal musalnya dari istilah kahuriupan atau sumber kehidupan ini dulunya merupakan padusunan tinggalan dari para empu tosan aji pada abad 16. Para empu dari padusunan ini masyur menghasilkan bilah keris dengan ciri yang khas dan lazim terkategori sebagai tangguh Koripan. Keberadaan keris dengan tangguh koripan ternyata sangat jamak di pakai sebagai ageman para priagung jawa masa peralihan Demak ke Pajang hingga masa Mataram Islam.  

Dari Pande besi tangguh Koripan menjadi “pande lading” (pisau)

Cengkeraman kolonial yang semakin menggebu-gebu setelah pudar dan pecahnya kekuasaan mataram membuat keberadaan para empu tosan aji di Koripan semakin terpinggirkan eksistesinya. Rentetan perselisihan dari para penguasa penerus tahta Mataram oleh penguasa kolonial dipandang perlu untuk mengawasi para pande besi.

Dari kacamata kolonial alur logistik persenjataan pasukan yang dimiliki pembesar mataram dituding tersuplai dari tangan-tangan perkasa pengolah baja ini. Singkat cerita terpretelinya kekuasaan trah Mataram yang telah terpecah-pecah dan lemah setelah perang suksesi jawa membuat para pande besi semakin terpenjara dengan kemampuanya.

Bagi para empu besi didusun Koripan, tidak ada pilihan lain untuk tetap bertahan hidup yaitu dengan beralih bertani dan membuat alat perkakas pertanian serta perkakas rumah tangga khususnya pisau dapur. Mengingat sektor industri perkebunan dan pertanian menjadi teramat dominan di hari-hari cengkeraman penguasa kolonial yang akhir cerita menjadi pemenang dari horek di tanah jawa.  

Gambaran topografi wilayah Polanharja dan Delanggu merupakan lembah hijau yang terbentang antara gunung merapi dan gunung lawu. Disisi selatan terpagar pegunungan sewu yang perkasa berderet dari tepi kali opak hingga tlatah pacitan. Tak ayal wilayah ini seperti tanah emas yang tabah dengan sumber mata air membuncah menumbuh suburkan beraneka tanaman pangan. Wilayah yang subur membuat daerah Delanggu serta Polanharjo rutin menjadi andalan lumbung hasil bumi khususnya padi, palawija serta komoditi perkebunan. Disini pula varietas padi uenek dan pulen Rojolele sejak jaman dahulu endemik dan dibudidayakan.

Kembali kepada cerita keberadaan pande besi di Koripan. Sepertinya sudah menjadi catatan naluri jiwa dari para empu besi ini untuk terus menempa. secara turun temurun keahlian menempa bahan logam dari awalnya membuat tosan aji dan persenjataan lambat laun beralih menjadi membuat perkakas alat pertanian dan rumah tangga, seperti pisau dapur, sabit, bendo hingga cangkul.

Memasuki abad ke 19 kolonialisme di tlatah jawa telah membawa seabrek budaya eropa. Akulturasi diantara keduanya secara positif telah mengahdirkan budaya baru yang adaptif dengan kondisi masyarakat jawa. Salah satunya adalah lahirnya budaya indis. Dalam urusan dapur pengaruh budaya indis terpapar nyata dalam penyajikan makanan untuk suatu acara. Istilahnya rijhtaffel, atau penyajian makanan untuk suatu pesta yang menggabungkan tatacara barat dengan sentuhan menu jawa yang khas seperti menu sop dan bistik. Kedua menu ini seperti menjadi wajib dalam setiap hajatan syukuran ataupun pernikahan. Dan sudah pasti kegiatan iris-iris yang dilakukan para rewang pada sebuah hajatan menjadi corak budaya baru tersendiri.

Keseharian tuan-tuan eropa dengan segala kebiasanyaa dalam membuat perjamuan ataupun pesta ternyata diikuti juga oleh orang-orang pribumi, terutama para penggede kuasa dan pemilik trah desa atau lungguh. Bagi kalangan berduit turah. Sebuah acara pesta bisa menandakan status sosialnya. Pun juga dalam hal penyajian menu makananya serta seperangkat perabotanya. Terkhusus tentang peralatan iris-iris atau rajang-rajang dalam mengolah suatu masakan keberadaan sebuah pisau ternyata begitu penting. 

Kalangan orang kaya Eropa waktu itu banyak memilih perangkat makan macam sendok dan garpu serta pisau asli berlabel eropa dari germany untuk untuk amunisi dapur para koki baboenya. Perangkat dengan cap tempa bertulis carl schliefer solingan adalah salah satu merk jaminan mutu dan tenar kawentar yang menyediakan barang-barang perkakas dapur mahal dan berkelas wahid waktu itu.

Sepertinya bentuk pisau dapur carl schliper solingen dari produsen jerman menjadi ispirasi para pande lading di koripan untuk dijadikan standar sebuah pisau dapur. Kalau kita membelek lembaran sejarah keberadaan pisau jerman di indonesia. Maka jejak mereka mulai terekam sekitar awal tahun 1914. Saat pabrik carl schliper membuka cabang pabrik di Batavia dan Semarang. Bedanya pisau koripan dihargai lebih terjangkau karena mengguanakan bahan baku besi limbah yang waktu itu mudah diperoleh.

Pisau dapur koripanpun akhirnya mempunyai kekhasan tersendiri yaitu tajam, sentuhan akhir dengan disepuh serta model pisau menyerupai carl schlieper solingan jerman. Para empu lading dari koripan ini sejak dahulu pula sudah terbiasa memproduksi berbagai jenis pisau dapur dalam jumlah yang banyak sekaligus.
pisau dapur koripan


Namun diakhir cerita dari pisau koripan ada sesuatu yang mandeg di perjalanan kiprah pisau jowo ini. Diantaranya adalah keterbatasan pilihan bahan baku, sentuhan akhir dari bilah-bilah pisau, serta mata rantai pemasaranya sendiri. Dengan semakin membanjirnya produk-produk pisau dapur dan alat pertanian di pasaran membuat persaingan menjadi semakin rumit. Belum lagi produk-produk dari pabrikan yang didatangkan secara import semakin membuat pisau koripan tersekat bias pada segment yang semakin mengecil. Bahan baku yang kurang mitayani menjadi titik hitam bahwa pisau dapur ini untuk tidak beranjak dari kelasnya. Bahkan sampai kini pisau dapur koripan lebih lumrah menjadi pisau untuk acara rajang-rajang rewang pada hajatan di kampung serta untuk souvenir buah tangan saja.

Cerita sepeda minitrek, Sepeda minion yang tidak langka tapi tak banyak yang punya.

November 22, 2019 3 Comments
Beberapa tahun belakangan kegiatan sepedaan atau gowes sedang ranum growingnya. Laiknya sebuah trend yang sedang menggejala beberapa type sepada begitu laris manis diburu masyarakat untuk dimiliki. dari type road bike, Mtb hingga sepeda lipat atau folding merupakan item most wanted yang sedang in. 

Bagi para pabrikan sepeda tumbuhnya gaya hidup masyarakat yang sedang gandrung gowes menjadi berkah tersendiri. Mulai brand lokal dengan harga yang lumayan terjangkau hingga merk-merk sepeda dari luar negeri sama-sama kecipratan omset yang tajam naik. 

namanya minion cerbong. hehehe
Dari kesemua merk dalam hal penjualan seperti kran  air yang dibuka, Soor... kencang memilah dan memilih sekmentnya sendiri-sendiri. Sebuah fenomena baru yang tak ditemui ditahun-tahun yang lalu.

Itu untuk jenis sepeda baru fresh dari pabrik. Nah kalau sepeda vintage atau lawasan bagaimana? Setidaknya setali tiga uang dengan booming gowes-gowesan sekarang ini. Beberapa komunitas penggemar sepeda lawas semakin greget eksistensinya. 

Tumbuh suburnya pengemar sepeda lipat khususnya di daearah perkotaan sepertinya turut menjadi trigger yang memantik penggemar sepeda mini untuk kembali eksis. Keberadaan sepeda mini, atau minion atau sebutan sepeda minitrek semakin hari semakin banyak pemilik atau penggemarnya yang kembali eksis di jagad gowes. Benarkah begitu?

Secara pribadi menurut saya setidaknya ada dua konsep dalam merakit sepeda minion dari bahan sepeda mini lawas. Yaitu model minion orisinilan dan model balap atau minitrek yang cenderung banyak mengunakan perangkat sepada road bike.

Bahan yang biasa digunakan untuk merakit sebuah sepeda minion umumnya adalah sepeda mini frame tunggal, ukuran 20” atapun ukuran 24.” Merk sepeda mini ada banyak nama ternyata. kebanyakan sepeda mini yang beredar diindonesia berasal dari jepang, Eropa dan China. Mulai dari merk deki, marubeni, sakura, katakura, shanghai, phoenik, jemboli, hingga sepeda sultan brand peugeot dan releigh.

Sekitar tahun 1980an sepeda mini mulai ngetrend di perkotaan terutama di jawa. Beberapa merk dari Jepang, serta China mendominasi waktu itu. yang paling banyak beredar tentunya sepeda dari daratan china yang dirakit di indonesia. mungkin karena harganya terbilang lebih masuk akal.

Umumnya merk dari Jepang dan Eropa besi bahan framenya lebih solit dan padat. Istilahnya sepeda jenis ini lebih anteb. Satu hal lagi, dulu sepeda mini biasanya identik dipakai anak-anak atau remaja cewek. Sedangkan anak cowok ya pilih memakai sepeda bmx. Wee lha kok malah sepeda cewek? runtutanya gimana to?

Entah mulai kapan persisnya pengkategorion sepeda mulai terbelah secara gender lazim di sematkan. setidaknya ada irah-irah yang nyangkut di jejak digital mbah gugel. adalah dedengkot produsen sepeda Releigh yang bermarkas di Nottingham Inggris yang menelurkan jenis sepeda terbaru mereka dengan embel-embel Women’s bike ndilalah sampai ke indonesia model sepeda yang dimaksud lazim sesebut sepeda jengki. 

Sementara masyarakat kita yang baru mengenal sepeda sejak masa kolonial waktu itu menterjemahkan sepeda bermadzab gender dengan sepede lanang (laki) yaitu punya dalangan tengah melintang, sedangkan sepeda wedok (sepeda wanita) cirinya rangka dalangan tengah lebih turun ke bawah. Tujuannya agar kaum hawa yang memakai rok atau jarit bisa gampang nyengklak demes Nggowes pedalnya. makanya sepeda jengki lazim juga disebut sepeda wanita. Kira-kira begitu ya..

Sepeda mini pun kecipratan label ini juga. Makanya asesoris bawaan sepeda mini sangat memanjakan maunya kaum hawa. Keranjang depan, posisi sadel yang tak terlalu tinggi plus ada pegas pernya. Hingga sproket atau gir yang ringan saat dikayuh, dijamin si pengayuh sepeda ini sangat nyaman gowesnya. Oiya sedikit flashback tentang model rangka sepeda mini ya. model rangka sepeda mini sebenarnya turunan dari model sepeda lipat tahun 60an yang sudah biasa digunakan masyarakat di benua biru Eropa sana lho.

Mungkin sudah jadi suratan takdir juga kalau masyarakat kita begitu kreatif bin glidik. Sepeda mini yang sedianya diperuntukkan untuk dedek cewek sekitar tahun 80an akhir, tak lama setelah sepeda mini membanjiri toko sepeda di tanah air malah banyak dipakai utuk adu kebut lurus, atau drag-dragkan. mulai anak remaja hingga dedengkotan, mereka kala itu begitu gandrung adu balap sepeda angin. 

Konon waktu itu lomba kebut sepeda sedang gayeng-gayengnya. sepeda mini yang sejatinya unyu-unyu dipilih untuk turun ke gelanggang. balap minicross yang banyak bergumul dengan gundukan tanah identik dengan sepeda bmx, karena memang sesuai dengan maqomnya. sedangkan gelanggang adu balap lurus, giliran sepeda mini jadi bintangnya. nama lombanya pun masyur disebut minitrek atau adu cepat di jalan lurus.

Alasanya simple saja waktu itu. Sepeda mini ternyata paling mudah di upgrate untuk bisa di ajak lebih kencang. Caranya tentu dengan mengganti gir asli bawaan dengan perangkat gir sepeda balap yang ukuranya lebih besar. Tinggal plek-plek-plek, perangkat sepeda balap pun bisa nemplok di sepeda mini. 

Selain itu rangka sepeda mini lebih ringan dibandingkan sepeda kecil sejenis yang beredar. Apalagi bila dibandingkan sepeda banana seat, atau istilah sekarang sepeda low rider. Hhmm jauh bro.. Jadi ada yang punya cerita nostalgia dengan sepeda minion? Sharing yuk...

Menganyam sejarah scooter Bajaj di Indonesia, si kembar cantik primadona kalangan hedonis. Bagian 2

November 07, 2019 Add Comment


Membicarakan kiprah scooter bajaj 150 deluxe dan bajaj 150 super di jalanan indonesia tentunya tidak bisa di pisahkan dengan mulai tumbuhnya budaya konsumtif masyarakat dalam membelanjakan dana untuk sebuah kendaraan. Hadir dengan warna-warna body pastel, membuat scoter bajaj bak putri cantik yang genit manja. Dengan cepat bajaj 150 deluxe dan bajaj 150 super dimiliki oleh kalangan berduit yang sedang gandrung tebar pesona. 

seoarang mahasisiwa gaul dengan scooternya tahun 1977. arsip perpusnas

Bayangkan secara harga hampir tiga kali lipat dari harga motor bebek dari jepang. Alih-alih dengan harga mahal membuat kendaraan bermesin genap 149 cc ini tak laku, ternyata permintaan malah tak surut kendor. Laris manis istilahnya.

Meneropong masa lalu tepatnya sekitar pertengahan tahun 70an sulit rasanya jika menggambarkan keadaan ekonomi masyarakat dengan konsidisi ekonomi negara yang sedang “untung besar”. Adalah bulan madu harga minyak bumi yang harganya terkerek menggila ditambah dengan eforia kestabilan pembangunan yang terus didengungkan pemerintah orde baru. Hal ini membuat kalap masyarakat berduit lebih untuk bergabung berebut naik status sosial dengan meminang sebuah kendaran. Istilahnya ngehe waktu itu belum sah disebut kaya kalau belum punya scooter vespa, tentunya scooter bajaj ikut terciprat pamornya juga.

Namun ternyata keadaan tak berlangsung lama, hanya segebyar dua gebyar saja. Kapitalisasi industri otomotif dari jepang yang agresif dengan menghadirkan kendaraan bermotor dengan harga murah, dan irit bahan bakar ternyata menuai sukses besar. melalui brand honda, yamaha dan suzuki, trio jepang ini langsung menjadi pemimpin pasar sejak akhir tahun 70an. ceruk pangsa pasar scooterpun lambat laun semakin menipis kuenya.

Mengkeretnya pangsa pasar scooter semakin menjadi setelah resesi ekonomi tahun 80an yang sunyi tetapi menyakitkan. Pangsa pasar scooter yang mengecil masih diperebutkan setidaknya tiga merk yaitu : vespa, bajaj, dan lambretta. Secara historis posisi brand bajaj tidaklah menguntungkan valuenya.

Lepas dari gonjang-ganjing persoalan akut yang mendera PT bintang terang (pemegang merek dagang scooter bajaj dan kawasaki di indonesia). ditambah ketidakstabilan ekonomi yang berlarut-larut turut andil dalam menenggelamkan nama scooter bajaj di nusantara. Indikasi tetanda rubuhnya ekonomi tahun 80an tercermin dengan defisitnya pendapatan pertamina (setidaknya istilah halus dari bangkrut) pada awal taun 1980an akibat tumbangnya harga minyak hingga level terendah dalam sejarah. 

Keadaan kas negara waktu itu konon kabarnya ludes diujung tanduk. Belum lagi beragam drama koruptif di hampir semua perusahaan milik negara silih berganti mengemuka.

Karena begitu linglungnya pemangku kebijakan dalam mengantisipasi kondisi ekonomi negara. munculah salah satu kebijakan tak populer yang diambil. adalah devaluasi nilai mata uang rupiah terhadap dollar US. Lagi-lagi nilai tukar rupiah pada dollar US harus ditambal.

Apakah masyarakat kita terbelalak pada kenyataan waktu itu?sepertinya tidak. Kegentingan krisis ekonomi seperti ditutup rapat-rapat oleh pemerintah orde baru.  Dan hanya menjadi bisik-bisik sunyi dari segelintir di lingkungan elit saja. Yang terjadi di masyarakat khususnya tukang bakul adalah pola ganti harga secara masif dan sepihak. Pokoknya sejak tahun 80an semua harga kendaraan naik 1 digit harganya.

Ibaratnya kena pukulan upper cut double-bouble dari seoarang muhammad ali, sektor industri otomotif baik roda dua dan roda 4 seperti terantai pada lantai dan tumbang. Kredit macet dan mbulet teramat gamblang untuk disebut jadi nyata. Kondisi terkritis tentunya dialami brand bajaj. Ibarat anak anyam sudah kehilangan induknya, ternyata masih ditambah dihardik dari halaman pekarangan pemilik rumah. Jangankan berinovasi melahirkan produk dengan teknologi baru sesuai tuntutan jaman seperti kompetitor terutama piagio vespa yang melahirkan vespa 150 px yang lahir tulen dari pabrik DanMotor. teknologi bajaj deluxe dan super seperti selangkah tertinggal dalam teknologi.

Metode pemasaran dengan kredit yang menjadi andalan bajaj seperti mati kutu saat resesi ekonomi. Cashflow perusahaan seolah mampet karena persoalan kredit macet. Sekedar bertahan dengan terus memantek emblem bajaj di tebeng depan saja rasanya sulit dilakukan. makanya jangan kaget kalau menemukan scooter bajaj tapi pakai emblem di tebeng pakai tulisan vespa. Praktik ini sejak tahun 80an ternyata sudah jamak dilakukan.

Selain karena faktor kompetisi yang tidak menguntungkan lagi, merosotnya pamor scooter bajaj juga disebabkan dari ulah internal perusahahan sendiri. Usut punya usut ternyata PT Bintang Terang Bekasi yang mendatangkan bajaj dari negeri india sudah divonis bangkrut karena terlilit utang akut pada tahun 1980. 

Kondisi tersebut diperparah dengan kenyataan bahwa borok legalitas dokumenya terkuak.  Istilah menohok waktu itu PT bintang terang terbukti “main kayu” dalam dokumen impornya. Duh nasib bajaj.



Candi Barong: Candi Cantik Yang Tersembunyi di Balik Bukit

July 25, 2019 2 Comments


Masa liburan nan panjang telah terjumput usai, saatnya menata kembali aktifitas seperti sedia kala kembali. remah-remah cerita liburanpun menggunung dalam memori, tentunya memori dari gawai tak luput juga terjahami. sayangkan kalau tidak terbagikan ke sahabat handai toulan semua?

Cerita kunjungan liburan tempo lalu kami berkunjung ke Candi Barong. Sahabat mungkin sudah tidak asing dengan Candi Prambanan dan Candi Borobudur, namun adakah yang sudah mengetahui atau berkunjung ke Candi Barong?

Candi Barong merupakan salah satu candi Hindu. Candi ini terletak di atas bukit Batur Agung atau masyur juga dengan sebutan bukit abhayagiri, tepatnya di Dusun Candisari, Desa Sambirejo, Prambanan, Sleman, Yogyakarta. Keberadaannya diketahui dari catatan Belanda yang disusun dalam Rapporten van den Oudheidkundige Dienst in Nederlandsch Indie (ROD) atau laporan dinas kepurbakalaan tahun 1915. Dalam catatan tersebut Candi Barong disebut dengan nama Candi Sari Sorogedug. Namun masyarakat sekitar lebih lazim menyebut dengan istilah Candi Barong karena terkait adanya dekorasi di gerbang candi berupa Kala (*barongan dalam bahasa Jawa).

Gerbang utama dengan kala Barongan 

Di sekitar Candi Barong banyak dijumpai situs-situs candi baik Hindu maupun Budha, antara lain Candi Miri, Candi Dawangsari atau Stupa Dawangsari, arca Ganesha, situs Ratu Boko, serta Candi Sumberwatu. Candi Barong diperkirakan dibangun sekitar abad IX sampai X Masehi.

Candi Barong didirikan dengan fungsi sebagai tempat pemujaan Dewa Wisnu dan Dewi Sri. Dewa Wisnu merupakan salah satu Dewa Trimurti dalam agama Hindu yang berkedudukan sebagai Dewa Pemelihara. Sementara Dewi Sri merupakan salah satu cakti/ perwujudan lain dari Dewa Wisnu, yang dianggap Dewi Padi dalam kehidupan masyarakat Jawa.

salah satu relief di candi Barong, jangan speechless yak..

Pemujaan Dewa Wisnu dan Dewi Sri terkait dengan kehidupan masyarakat pada waktu itu yang sebagian besar menggantungkan hidupnya pada hasil pertanian. Oleh karena kondisi lingkungan sekitar yang tandus, maka pemujaan terhadap Dewa Wisnu dan Dewi Sri dimaksudkan untuk mendatangkan berkah kesuburan, sehingga dapat memberikan peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat.

Secara arsitektural, Candi Barong memiliki keunikan tersendiri dibandingkan candi-candi di kawasan Prambanan. Keunikan tersebut terlihat dari penataannya, yaitu memusat ke belakang. Hal ini tidak lazim karena pada umumnya penataan candi pada periode Jawa Tengah bersifat memusat ke tengah, seperti Candi Prambanan dan Candi Sewu. Penataan yang memusat ke belakang ini juga dijumpai pada situs Candi Ijo yang terletak tidak jauh dari Candi Barong.

Candi Barong terbagi menjadi tiga halaman, yaitu halaman pertama terdapat dua buah candi, kemudian halaman dua dan tiga tidak dijumpai bangunan hanya di sisi timur ada pagar terluar, yang pada waktu ditemukan dalam posisi terkubur di tanah. Bangunan utama Candi Barong adalah dua buah candi di teras satu. Dua buah candi tersebut berukuran 8, 18 meter x 8, 18 meter dengan tinggi 9, 05 meter.

Upaya pemugaran Candi Barong telah dimulai semenjak tahun 1987, diawali dengan memugar candi di sisi utara. Sewaktu pemugaran di sisi utara diketahui jika di bawah bangunan candi terdapat sembilan kotak bujur sangkar yang merupakan gambaran dari Wastupurusamandala. Menurut Stella Kramrich kotak yang terletak di tengah merupakan tempat terpusatnya potensi gaib yang menguasai alam semesta, sedangkan delapan kotak lainnya merupakan penjelmaan dewa mata angin.

Tahun 1992 kedua candi induk selesai dipugar, kemudian dilanjutkan dengan pemugaran talud dan pagar. Saat pemugaran ditemukan banyak temuan arkeologis, berupa dua buah arca Dewa Wishu, dua buah arca Dewi Sri, satu buah arca Ganesha, serta dua buah arca yang belum selesai dibuat. Selain itu juga ditemukan kotak-kotak peripih (kotak batu tertutup yang didalamnya terdapat ruang berjumlah ganjil dan biasanya ditanam di dasar pucat candi/ di bawah arca, bertujuan untuk memberi nyawa dan wibawa pada sebuah bangunan suci) dari bahan batu andesit dan batu putih. Dalam salah satu peripih ditemukan lembaran-lembaran tipis berupa emas dan perak. Di atas lembaran emas tersebut terdapat goresan tulisan, namun sayang sudah tidak terbaca lagi tulisannya. Dalam proses pemugaran tersebut juga ditemukan peralatan rumah tangga seperti mangkuk keramik, guci, mata kapak, serta sendok.

Retribusi masuk Candi Barong hanya Rp. 5.000 saja dengan fasilitas yang lumayan bagus seperti adanya mushola kecil, beberapa gasebo, kamar mandi, serta tentu saja lingkungan candi yang terawat dan bersih.


candi inti
Jika sahabat ingin mengunjungi candi ini, kami sarankan agar tidak mengambil jalur sebelum tebing breksi. Hal ini dikarenakan jalurnya sangat sulit dijangkau dan merupakan jalur jeep offroad. Lebih baik sahabat mengambil jalur selatan Candi Prambanan saja, karena jalurnya sudah beraspal meskipun ada beberapa tanjakan curam. Selamat berkunjung dan menikmati indahnya Candi Barong ya, tetap jaga kesehatan agar kita bisa selalu berkunjung di setiap sudut wilayah Indonesia tercinta.

Taman kantor pemkab klaten, Woles sejenak menikmati pendar lampu di jantung kota melati

July 24, 2019 1 Comment
Ada pemandangan yang berbeda saat melintas depan pendopo kabupaten Klaten beberapa waktu terakhir. Tiang lampu “Ting” masih gress nampak berderet-deret baris rapi seperti kompi pasukan paskibraka. Pendar lampunya yang berwarna putih mulai menyala saat senja muntuk-muntuk keharibaan cakrawala. 


Senja di taman pemkab klaten.
Suasana nampak tambah riuh semarak dengan pemandangan aktifitas beberapa muda-mudi. Sepertinya mereka tengah asyik memainkan kamera handphonenya untuk swafoto. 

Ceklek-ceklik, begitu kira-kira bunyinya. nampak dari mereka asyik ha hi hi terdengar sembari duduk-duduk di kursi cor made in batur jaya ceper klaten. Ceritanya di tempat ini gayeng regeng saban sore hampir setiap harinya.

Tempat yang dimaksud adalah taman trotoar halaman Pemkab. Klaten. Trotoar yang dalam beberapa tahun yang lalu masih biasa saja dan lugu, sejak akhir tahun 2018 lalu tengah disolek, di make over  untuk menjadi semacam taman padestrian. Konon menurut irah-irah Bu Bupati  pedestrian di ujung pencit jalan pemuda selatan ini berkonsep taman bunga “jadoel” beraneka warna.  Nah ndilalah sekarang  ini tengah moncer-moncernya tempat ini. Tak  ayal langi sejak awal tahun lalu makin jamak saja menghiasi laman foto sosmed kawula muda klaten dengan latar taman Pemkab. Klaten. Ceritanya spot intagramable bin viral. 
Hla kok yo saya ikut-ikutan kepo juga akhirnya.

Numpang nguping yak... 

Setelah sekian purnama Cuma tengak tengok, plengas-plengos saat melintasi ujung jalan pemuda selatan, akhirnya pekan lalu kesampaian juga icip-icip kursi legendaris di bawah tiang lampu “Ting” kencar-kencar. Maksudnya menyambangi taman pedestrian halaman pemkab klaten om bro..

Tempatnya lumayan syahdu, lampu “ting” yang jumlahnya puluhan nampak sumeblak. Ini membuat ikon baru warga klaten  tersebut  terlihat berbeda dibandingkan waktu sebelumnya. 

Nah kalau begini kan titah slogan Klaten bersinar kan nyata benar adanya..byar byar...


Mengunjungi Rumah Pohon Banyu Anyep Jatiyoso Karanganyar, Rihlah ke lembah Lawu yang dingin

May 11, 2019 2 Comments

Terletak di lereng gunung Lawu sisi selatan, rumah pohon Banyu Anyep Jatiyoso sempat menjadi primadona penikmat wisata spot instagenik di soloraya beberapa tahun yang lalu. Seperti namanya yaitu rumah pohon, tentu tempat ini bisa ditebak berupa semacam tempat gardu pandang berbentuk papan yang nempel dipohon. 




Nama Banyu Anyep saat ini mungkin tak setenar Tawangmangu, kebun teh kemuning dan sederet wisata sejuk dan dingin di wilayah kabupaten karanganyar. namun bagi kalian yang ingin menikmati moment yang berbeda tempat ini layak kok untuk di jadikan tujuan ngetrip di akhir pekan.
Terletak di dukuh Punthuksari kelurahan Wonorejo, kecamatan Jatiyoso, karanganyar, rumah pohon Banyu Anyep ternyata menyuguhkan pemandangan dan rekam suasana yang tiada duanya.








Suasana adem berlatar bentang alam dari lembah bukit sekipan di kaki gunung Lawu, memang menghadirkan suasana asri dan menenangkan. spot foto yang unik serta beragam membuat rumah pohon Banyu Anyep moncer menjadi tempat alternatif wisata kekinian baru di Karanganyar. 


Rupa ragam spot foto di tempat ini ada banyak jenisnya. seperti papan menggantung di pohon pinus atau lazim disebut rumah pohon, gardu pandang beraneka bentuk seperti cinta, bintang, kapal, dan gapura dan masih banyak lagi. Latar spot foto tersebut menjadikan jepretan foto akan terbingkai super cantik dan keceh pastinya. 







Berbeda dengan tempat wisata bergenre foto selfie ditempat lain yang serupa, di rumah pohon Banyu Anyep aneka spot tersebut bisa dimanfaatkan pengunjung sepuasnya dengan gratis tanpa dipungut biaya. yang penting kalau ada antrian teposeliro ya sob, hehe.





Lokasi tempat ini berada di ketinggian 1500 mdpl, jadi bisa kebayangkan suejuk udaranya, di lembah lereng gunung lawu lagi. Cless deh.

Jika beruntung,  berkunjung kesini saat sedang tidak terterpa kabut, kota karanganyar hingga solo dapat terlihat dengan indahnya dari salah satu gardu pandang disini lho. Keren..

Tak hanya untuk spot foto saja tempat ini, suasana bentang alam hutan Wono makmur di sisi timur dan selatan terasa benar menyeret jiwa meresapi ketenangan serta kesenduan gunung Lawu.






Ada beberapa tempat foto sejenis ini disini. 


Rute ke rumah pohon banyu anyep
Sebenarnya untuk menuju ke tempat wisata ini tidak terlalu sulit. Apalagi di google map juga sudah eksis dengan syantiknya. Beberapa plang penunjuk arah juga sudah terpasang di beberapa titik. Namun jika sudah bingung arah, bisa lain ceritanya. Saran bijak sih bisa tanya langsung ke penduduk sekitar preend..


Niat hati hanya bertanya, eh malah diantar sampai lokasi. Makasih nggih pak...
Nah gambaran rute ke rumah pohon banyu anyep sebagai berikut :
Dari arah Solo, Sukoharjo, atau Klaten jika menuju Rumah Pohon Banyu Anyep silakan lewat arah Tawangmngu melalui jalur Jl Solo – Tawangmangu. terus saja hingga sampai Jalan Lawu. 

Setelah sampai di pertigaan Jawa Dwipa dan Agrosmaga 83 silakan ambil kanan menuju Desa Wonorejo. Dari sini sudah ada beberapa plang penunjuk ke Rumah pohon. Waktu tempuh dari Solo menuju Rumah pohon Banyu Anyep sekitar 1 jam naik motor dengan santai.


Sama halnya berkunjung ke tempat wisata di pegunungan, alangkah baiknya dipersiapkan piranti kendaraan dengan baik. Seperti rem, kondisi mesin yang baik dan lampu penerangan yang memadai. Jika "terpaksa" bingung selama perjalanan, jangan sungkan bertanya ke penduduk sekitar ya.. 

Salam clesspleng





Featured Post

Membiru di Simpang Pemalang

Pertigaan Jalan Pemuda, Pemalang. Akhirnya saya mengunjungi tempat rumah maya ini. rasanya terlampau lama lebih dari beberapa putaran tahun ...

Artikel lainya gan..