Sangiran The Homeland of Javaman…jejak terakhir manusia Jawa yang hilang?
Ketika pertama kali mengunjungi museum sangiran saya teramat terkagum dengan banyaknya fosil-fosil yang ditemukan di lembah sangiran. dan ternyata lebih dari 50% penemuan fosil manusia purba yang ada di dunia berada di lembah sangiran. Seketika pertanyaan besar yang ada di kepala saya adalah siapa mereka?benarkan mereka manusia jawa yang hilang?
menyusuri tiap koleksi museum sangiran seolah membuka tabir misteri kehidupan masa purba di tanah jawa dan dunia. Lokasi museum sangiran merupakan pusat bentang alam kehidupan si manusia penjelajah dan tempat tinggal manusia purba jawa. Tempat mereka hidup berdampingan dengan semua flora dan fauna yang hidup bersamaan dengan kehadiran mereka hingga manusia purba jawa dan mahkluk hidup disekitarnya menghadapi takdirnya, .
Tersingkapnya misteri situs sangiran
Ketertarikan seorang arkeolog dan dokter berkebangsaan Belanda Eugene Dubois yang mengeksplorasi peninggalan purba di aliran sungai bengawan solo ternyata membuahkan hasil yang mencengangkan dunia yaitu penemuan tengkorak dan tulang paha Pithecanthropus erectus (“Manusia Jawa”) oleh Eugene Dubois di Trinil, Ngawi, tahun 1891. Fosil ini merupakan salah satu fosil kepala manusia tertua yang ditemukan dimuka bumi. Tak anyal penemuan “gila” ini membuat seluruh mata peneliti di seluruh dunia terarah ke Jawa tepatnya daerah aliran sungai bengawan solo. Adalah Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald yang menemukan alat serpih dibukit Ngebung di wilayah sangiran yang jumlahnya tidak sedikit. alat sepih tersebut terbuat dari batu kalsedon. Sehingga fokus eksplorasi di arahkan di wilayah lembah sangiran.
Dalam lapisan-lapisan tanah inilah yang hingga sekarang banyak ditemukan fosil-fosil manusia maupun binatang purba. Berdasarkan penelitian geologis, situs Sangiran merupakan kawasan yang tersingkap lapisan tanahnya akibat proses orogenesa (pengangkatan dan penurunan permukaan tanah) dan kekuatan getaran di bawah permukaan bumi (endogen) maupun di atas permukaan bumi (eksogen). Aliran Sungai Cemoro yang melintasi wilayah tersebut juga mengakibatkan terkikisnya kubah Sangiran menjadi lembah yang besar yang dikelilingi oleh tebing-tebing terjal dan pinggiran-pinggiran yang landai. Beberapa aktifitas alam di atas mengakibatkan tersingkapnya lapisan tanah/formasi periode pleistocen yang susunannya terbentuk pada tingkat-tingkat pleistocen bawah (lapisan Pucangan), pleistocen tengah (lapisan Kabuh), dan pleistocen atas (lapisan Notopuro). Fosil-fosil manusia purba yang ditemukan di lapisan-lapisan tersebut berasosiasi dengan fosil-fosil fauna yang setara dengan lapisan Jetis, lapisan Trinil, dan lapisan Ngandong.
Balung Butho dan Cerita rakyat
Para ilmuwan semua sepakat mengatakan bahwa wilayah lembah sangiran dahulu merupakan tempat yang sangat subur, sumber makanan dan surga ekosistem kehidupan karena berada di jalur katulistiwa. Sehingga kawasan ini menjadi tujuan akhir migrasi beragam makhluk hidup termasuk manusia purba. Kenyamanan dalam beradap tasi membuat si manusia penjelajah ini membuat pangkalan perburuan dan tempat menetap. Kenyamanan kehidupan masa purba di tanah jawa sepertinya terhenti oleh fenomena alam yang luar biasa dahyat sehingga menyapu jantung pulau jawa. Penemuan lapisan magma vulkanik yang membentuk lapisan dan menutup fosil yang ditemukan menguatkan bahwa telah terjadi letusan vulkanik yang besar di lembah sangiran. Selain itu adanya menemuan hewan laut berupa kerang yang berusia lebih dari ratusan ribu tahun menandakan daerah ini juga pernah tenggelam.
Jauh setelah kehidupan purba di sangiran terhenti , kehidupan mulai ada lagi di wilayah lembah sangiran. Cerita lisanpun muncul secara turun temuran diwilayah lembah sangiran. Cerita motos itu tentang kehidupan dimasa lampau di lembah sangiran dan mitos tentang pertempuran para raksasa selama ribuan tahun. Jejak puncak pertempuran para raksasa berada di kubah sangiran yang berakhir dengan tewasnya seluruh raksasa. Istilah balung butho yang banyak ditemukan di wilayah sangiran seolah membuktikan pertempuran para raksasa itu mamang benar terjadi. Masyarakat sangiran mengangggap tulang besar atau balung butho tersebut memmiliki kekuatan magis, sebagai jimat, obat anti bisa binatang liar dan penolak setan sehingga tulang belulang purba ini dibiarkan berserakan tanpa dipindahkan oleh masyarakat sekitar. Kemunculan para peneliti asing dari eropa perlahan-lahan mulai mengikis pemahaman masyarakat sangiran akan adanya mitos balung butho.
Diakhir tulisan ini saya mencoba merenungkan tentang misteri kehidupan dimasa lampau, tentang sosok manusia penjelajah yang telah menemukan rumahnya berupa tanah impian, tentang sosok purba manusia jawa yang telah mendiami pulau ini selama jutaan tahun yang lalu, hingga akhirnya menemukan garis hidupnya, PUNAH.