Nostalgia Sepeda Jengki Phoenix, sepeda China yang dimiliki hampir seluruh keluarga Indonesia

January 03, 2021 Add Comment
                Pertengahan tahun 1965 Presiden pertama RI Soekarno pernah menumpahkan kekesalanya pada budaya barat yang mulai tersemai dan digandurungi kawula muda. muda-mudi waktu itu sedang gandrung musik-musik band dari  barat. “Suara Ngak Ngek Ngok” begitu tuding sukarno pada lagu-lagu rock n roll dari grup musik the beatles asal kota liverpool Ingris yang sejak tahuan 1962 mendemami seantero dunia.


Akibat sikap anti barat dan amerika yang mulai digetok palu oleh sukarno, semua hal yang berbau barat harus pupus untuk masuk ke Indonesia secara utuh. Sejak tahun itu Soekarno bisa dikatakan berhasil melarang keberadaan musik-musik barat masuk ke indonesia. Sokearno bisa melarang, bahkan membakar ribuan piringan hitam lagu-lagu dari musisi barat dan amerika.  tapi.. ia tetap gagal. Soekarno tetap gagal membendung masuknya pengaruh barat dalam keseharian masyarakat terutama dikota-kota besar di negeri ini. 


 Ambil contoh begitu tenar dan ngetrendya rumah jengki atau Yankee. rumah jengki adalah sebutan rumah bergaya amerika yang waktu itu sangat favorit jadi desain perumahan elit. pun juga celana jengki yang merujuk pada celana jean model cut bray yang ikonik dan sangat digandrungi kawula muda di perkotaan. Dan istilah jengki-jengki yang lainya.

 

Sepede Jengki datang di indoensia di waktu yang tepat
Jengki lainya adalah sepeda jengki. adalah penyebutan sepeda yang asal tiongkok yang masuk ke indonesia dan mulai naik daun sejak pertengahan tahun 60an. merek sepeda jengki yang sohor waktu itu dengan Phoenix dan Butterfly. Produsen sepeda dari tiongkok ini rupanya jeli melihat peluang dagang di Indonesia.  mereka menemukan moment tepat dengan melihat sikap politik anti barat Soekarno. 


Salah satu kunci sukses sepeda-sepeda tersebut adalah pada pengistilahan jengki dalam pemasaranya. Sepeda phoenix tipe shanghai secara kasat mata bak pinang dibelah dua dengan sepeda raleighs tipe lady bike ataupun brand asli paman sam schwinn. tak hanya itu, bahasa marketing dengan penyebutan jengki begitu ampuh bahkan melampaui merk sepeda tiongkok itu sendiri.


Efeknya nyata, sepeda Phoenik langsung nemplok di hati peminat sepeda sejak akhir tahun 1960an, apalagi sepeda-sepeda tersebut dihargai jauh lebih terjangkau dibandingkan sepeda-sepeda eropa, khususnya dari jerman dan belanda. 


Pengistilahan jengki untuk varian sepeda tiongkok ini secara tidak langsung memberi label kuno, imperialis bin antek penjajah untuk sepeda kumbang dari negeri kincir angin. Dan bisa dipastikan keberadaanya menjadi semakin inferior dan tenggelam. 


Kembali ke sepeda jengki. Sekitar tahun 1988, bapak saya berkesempatan meminang salah satu sepeda phoenix warna biru samber lilin untuk wara-wiri bersekolah salah satu kakak saya. Waktu itu saya ingat betul rasanya buble wrap yang membungkus rangka sepeda tersebut menjadi mainan tersendiri bagi saya. Tahu sendiri kan kalau dipencet buliran plastik tersebiut akan mengeluarkan suara tar tar tar.

Plomber tertanda tahun 1989

kondisi sebelum di bersihkan karatnya.

Ada satu pengalaman kurang enak dari sepeda ini di masa kanak-kanak. Yaitu “keruji” yaitu kejadian kaki saya masuk ke jari-jari roda belakang saat mbonceng di angsang. Akibatnya tumit kanan robek beberapa cm, hal itu tentu menimbulkan kengiluan tersendiri. Selain itu rem tromol sepeda ini cenderung mbandang atau bisa dipastikan tidak pakem dan bersuara mendecit keras. 


Makanya pengereman sepeda jengki akhirnya banyak dirubah menjadi torpedo agar lebih pakem dan awet. Sampai sekarang sepeda jengki ini masih “ada” namun mangkrak karena sudah jarang terpakai. Dan tahun ini genap sudah 33 tahun menemani gowes anak-anak bapak untuk sekolah dari generasi ke generasi. 


Sekarang sepeda ini masih ada namun seperti tiada, karena sudah keropos, aus dan beberapa part sudah hilang karena termakan usia tanpa pernah dipakai. Terakhir kalau tidak salah tahun 2012 yang lalu sepeda ini masih bisa jalan. 


Ada keinginan untuk menghidupkan lagi sepeda ini. apalagi di masa pandemi ini bersepeda kembali marak. 
Dimulai dari awal tahun 2021 ini. 
Entah jadi seperti apa sepeda jengki ini nantinya. 

Ada yang punya usul atau ada yang mau memberi donasi? 
Hehehe just kidding..  

Nekt artikel saya akan update perkembangan restorasi sepeda jengki ini. salam 

update sementara

poles cat clear

Eksperimen mencoba Foto Makro dengan kamera lawas Nikon Coolpix L320

December 05, 2020 Add Comment

 Bulan Desember telah menyambangi lagi. cuaca yang kelabu dan hujan yang mulai rajin rasanya malas semakin melengkap dengan rutinitas mager, alias malas gerak. apalagi ditengah kecamuk pandemi Covid 19 yang belum juga berujung. ah apa apaan ini👀👀👀

dan kali ini saya mencoba cekrak-cekrek foto makro, tetapi berhubung masih pemula dan asal saja ya begini deh jadinya.. oiya kamera yang saya gunakan kamera digital jadul Nikon Coolpix L320. 

semoga bisa dimikmati manteman semua..


Pohon paku-pakuan di tembok


Jamur lumut kayu


Lumut tembok bulan desember


Urek-urek polo, eh ada nama lainya ditempat kalian gaes?


Kuncup bunga melati


Daun cemara lilin 

Daun cemara lilin


Embun di ujung daun adenium


Kaktus mulai bersemi, lucu ya?


Mengintip tagihan listrik bulan ini

Pohon paku terselip di dinding. seperti puisi widji thukul ya


Kuncup daun pucuk merah


Lidah sapi, Eh bener ga sih?


Pucuk daun cemara lilin

No caption

Gumuk rayap


eh si sapi....

\


Nyapu sampai RONTOK💪

Mengenal pisau dapur Koripan Klaten, legenda Carl Schliper Jawa dari bumi Rojolele

January 21, 2020 Add Comment
Dentingan besi yang beradu dengan palu baja sudah seperti layaknya gending langgam bagi sebagian masyarakat desa Kranggan, Keprabon dan Segaran. Ketiga desa di wilayah Kecamatan  Delanggu dan Kecamatan Polanharjo tersebut merupan sentra pande besi terutama untuk alat dapur dan pertanian. Satu hal yang menjadi benang sejarah masa lampau yang menyambungkan ketiga desa ini adalah nama besar Koripan sebagai trade marknya.

beberapa jenis pisau dari koripan
Dahulu Koripan adalah sebuah nama dusun yang menjadi pasar perkakas alat pertanian dan aneka rupa pisau dapur yang dihasilkan para pande besi disekitar desa setempat. Namun cerita tutur tentang dusun Koripan ternyata jauh lebih kaya dan masih menyisakan kepingan-kepingan sejarah yang tak banyak terjamah. 

Jangka waktu terbawa juga meyeret lebih dalam tentang koripan. Nama dusun yang asal musalnya dari istilah kahuriupan atau sumber kehidupan ini dulunya merupakan padusunan tinggalan dari para empu tosan aji pada abad 16. Para empu dari padusunan ini masyur menghasilkan bilah keris dengan ciri yang khas dan lazim terkategori sebagai tangguh Koripan. Keberadaan keris dengan tangguh koripan ternyata sangat jamak di pakai sebagai ageman para priagung jawa masa peralihan Demak ke Pajang hingga masa Mataram Islam.  

Dari Pande besi tangguh Koripan menjadi “pande lading” (pisau)

Cengkeraman kolonial yang semakin menggebu-gebu setelah pudar dan pecahnya kekuasaan mataram membuat keberadaan para empu tosan aji di Koripan semakin terpinggirkan eksistesinya. Rentetan perselisihan dari para penguasa penerus tahta Mataram oleh penguasa kolonial dipandang perlu untuk mengawasi para pande besi.

Dari kacamata kolonial alur logistik persenjataan pasukan yang dimiliki pembesar mataram dituding tersuplai dari tangan-tangan perkasa pengolah baja ini. Singkat cerita terpretelinya kekuasaan trah Mataram yang telah terpecah-pecah dan lemah setelah perang suksesi jawa membuat para pande besi semakin terpenjara dengan kemampuanya.

Bagi para empu besi didusun Koripan, tidak ada pilihan lain untuk tetap bertahan hidup yaitu dengan beralih bertani dan membuat alat perkakas pertanian serta perkakas rumah tangga khususnya pisau dapur. Mengingat sektor industri perkebunan dan pertanian menjadi teramat dominan di hari-hari cengkeraman penguasa kolonial yang akhir cerita menjadi pemenang dari horek di tanah jawa.  

Gambaran topografi wilayah Polanharja dan Delanggu merupakan lembah hijau yang terbentang antara gunung merapi dan gunung lawu. Disisi selatan terpagar pegunungan sewu yang perkasa berderet dari tepi kali opak hingga tlatah pacitan. Tak ayal wilayah ini seperti tanah emas yang tabah dengan sumber mata air membuncah menumbuh suburkan beraneka tanaman pangan. Wilayah yang subur membuat daerah Delanggu serta Polanharjo rutin menjadi andalan lumbung hasil bumi khususnya padi, palawija serta komoditi perkebunan. Disini pula varietas padi uenek dan pulen Rojolele sejak jaman dahulu endemik dan dibudidayakan.

Kembali kepada cerita keberadaan pande besi di Koripan. Sepertinya sudah menjadi catatan naluri jiwa dari para empu besi ini untuk terus menempa. secara turun temurun keahlian menempa bahan logam dari awalnya membuat tosan aji dan persenjataan lambat laun beralih menjadi membuat perkakas alat pertanian dan rumah tangga, seperti pisau dapur, sabit, bendo hingga cangkul.

Memasuki abad ke 19 kolonialisme di tlatah jawa telah membawa seabrek budaya eropa. Akulturasi diantara keduanya secara positif telah mengahdirkan budaya baru yang adaptif dengan kondisi masyarakat jawa. Salah satunya adalah lahirnya budaya indis. Dalam urusan dapur pengaruh budaya indis terpapar nyata dalam penyajikan makanan untuk suatu acara. Istilahnya rijhtaffel, atau penyajian makanan untuk suatu pesta yang menggabungkan tatacara barat dengan sentuhan menu jawa yang khas seperti menu sop dan bistik. Kedua menu ini seperti menjadi wajib dalam setiap hajatan syukuran ataupun pernikahan. Dan sudah pasti kegiatan iris-iris yang dilakukan para rewang pada sebuah hajatan menjadi corak budaya baru tersendiri.

Keseharian tuan-tuan eropa dengan segala kebiasanyaa dalam membuat perjamuan ataupun pesta ternyata diikuti juga oleh orang-orang pribumi, terutama para penggede kuasa dan pemilik trah desa atau lungguh. Bagi kalangan berduit turah. Sebuah acara pesta bisa menandakan status sosialnya. Pun juga dalam hal penyajian menu makananya serta seperangkat perabotanya. Terkhusus tentang peralatan iris-iris atau rajang-rajang dalam mengolah suatu masakan keberadaan sebuah pisau ternyata begitu penting. 

Kalangan orang kaya Eropa waktu itu banyak memilih perangkat makan macam sendok dan garpu serta pisau asli berlabel eropa dari germany untuk untuk amunisi dapur para koki baboenya. Perangkat dengan cap tempa bertulis carl schliefer solingan adalah salah satu merk jaminan mutu dan tenar kawentar yang menyediakan barang-barang perkakas dapur mahal dan berkelas wahid waktu itu.

Sepertinya bentuk pisau dapur carl schliper solingen dari produsen jerman menjadi ispirasi para pande lading di koripan untuk dijadikan standar sebuah pisau dapur. Kalau kita membelek lembaran sejarah keberadaan pisau jerman di indonesia. Maka jejak mereka mulai terekam sekitar awal tahun 1914. Saat pabrik carl schliper membuka cabang pabrik di Batavia dan Semarang. Bedanya pisau koripan dihargai lebih terjangkau karena mengguanakan bahan baku besi limbah yang waktu itu mudah diperoleh.

Pisau dapur koripanpun akhirnya mempunyai kekhasan tersendiri yaitu tajam, sentuhan akhir dengan disepuh serta model pisau menyerupai carl schlieper solingan jerman. Para empu lading dari koripan ini sejak dahulu pula sudah terbiasa memproduksi berbagai jenis pisau dapur dalam jumlah yang banyak sekaligus.
pisau dapur koripan


Namun diakhir cerita dari pisau koripan ada sesuatu yang mandeg di perjalanan kiprah pisau jowo ini. Diantaranya adalah keterbatasan pilihan bahan baku, sentuhan akhir dari bilah-bilah pisau, serta mata rantai pemasaranya sendiri. Dengan semakin membanjirnya produk-produk pisau dapur dan alat pertanian di pasaran membuat persaingan menjadi semakin rumit. Belum lagi produk-produk dari pabrikan yang didatangkan secara import semakin membuat pisau koripan tersekat bias pada segment yang semakin mengecil. Bahan baku yang kurang mitayani menjadi titik hitam bahwa pisau dapur ini untuk tidak beranjak dari kelasnya. Bahkan sampai kini pisau dapur koripan lebih lumrah menjadi pisau untuk acara rajang-rajang rewang pada hajatan di kampung serta untuk souvenir buah tangan saja.

Featured Post

Nostalgia Sepeda Jengki Phoenix, sepeda China yang dimiliki hampir seluruh keluarga Indonesia

                    Pertengahan tahun 1965 Presiden pertama RI Soekarno pernah menumpahkan kekesalanya pada budaya barat yang mulai tersemai...

Artikel lainya gan..