Mengenal pisau dapur Koripan Klaten, legenda Carl Schliper Jawa dari bumi Rojolele

January 21, 2020 Add Comment
Dentingan besi yang beradu dengan palu baja sudah seperti layaknya gending langgam bagi sebagian masyarakat desa Kranggan, Keprabon dan Segaran. Ketiga desa di wilayah Kecamatan  Delanggu dan Kecamatan Polanharjo tersebut merupan sentra pande besi terutama untuk alat dapur dan pertanian. Satu hal yang menjadi benang sejarah masa lampau yang menyambungkan ketiga desa ini adalah nama besar Koripan sebagai trade marknya.

beberapa jenis pisau dari koripan
Dahulu Koripan adalah sebuah nama dusun yang menjadi pasar perkakas alat pertanian dan aneka rupa pisau dapur yang dihasilkan para pande besi disekitar desa setempat. Namun cerita tutur tentang dusun Koripan ternyata jauh lebih kaya dan masih menyisakan kepingan-kepingan sejarah yang tak banyak terjamah. 

Jangka waktu terbawa juga meyeret lebih dalam tentang koripan. Nama dusun yang asal musalnya dari istilah kahuriupan atau sumber kehidupan ini dulunya merupakan padusunan tinggalan dari para empu tosan aji pada abad 16. Para empu dari padusunan ini masyur menghasilkan bilah keris dengan ciri yang khas dan lazim terkategori sebagai tangguh Koripan. Keberadaan keris dengan tangguh koripan ternyata sangat jamak di pakai sebagai ageman para priagung jawa masa peralihan Demak ke Pajang hingga masa Mataram Islam.  

Dari Pande besi tangguh Koripan menjadi “pande lading” (pisau)

Cengkeraman kolonial yang semakin menggebu-gebu setelah pudar dan pecahnya kekuasaan mataram membuat keberadaan para empu tosan aji di Koripan semakin terpinggirkan eksistesinya. Rentetan perselisihan dari para penguasa penerus tahta Mataram oleh penguasa kolonial dipandang perlu untuk mengawasi para pande besi.

Dari kacamata kolonial alur logistik persenjataan pasukan yang dimiliki pembesar mataram dituding tersuplai dari tangan-tangan perkasa pengolah baja ini. Singkat cerita terpretelinya kekuasaan trah Mataram yang telah terpecah-pecah dan lemah setelah perang suksesi jawa membuat para pande besi semakin terpenjara dengan kemampuanya.

Bagi para empu besi didusun Koripan, tidak ada pilihan lain untuk tetap bertahan hidup yaitu dengan beralih bertani dan membuat alat perkakas pertanian serta perkakas rumah tangga khususnya pisau dapur. Mengingat sektor industri perkebunan dan pertanian menjadi teramat dominan di hari-hari cengkeraman penguasa kolonial yang akhir cerita menjadi pemenang dari horek di tanah jawa.  

Gambaran topografi wilayah Polanharja dan Delanggu merupakan lembah hijau yang terbentang antara gunung merapi dan gunung lawu. Disisi selatan terpagar pegunungan sewu yang perkasa berderet dari tepi kali opak hingga tlatah pacitan. Tak ayal wilayah ini seperti tanah emas yang tabah dengan sumber mata air membuncah menumbuh suburkan beraneka tanaman pangan. Wilayah yang subur membuat daerah Delanggu serta Polanharjo rutin menjadi andalan lumbung hasil bumi khususnya padi, palawija serta komoditi perkebunan. Disini pula varietas padi uenek dan pulen Rojolele sejak jaman dahulu endemik dan dibudidayakan.

Kembali kepada cerita keberadaan pande besi di Koripan. Sepertinya sudah menjadi catatan naluri jiwa dari para empu besi ini untuk terus menempa. secara turun temurun keahlian menempa bahan logam dari awalnya membuat tosan aji dan persenjataan lambat laun beralih menjadi membuat perkakas alat pertanian dan rumah tangga, seperti pisau dapur, sabit, bendo hingga cangkul.

Memasuki abad ke 19 kolonialisme di tlatah jawa telah membawa seabrek budaya eropa. Akulturasi diantara keduanya secara positif telah mengahdirkan budaya baru yang adaptif dengan kondisi masyarakat jawa. Salah satunya adalah lahirnya budaya indis. Dalam urusan dapur pengaruh budaya indis terpapar nyata dalam penyajikan makanan untuk suatu acara. Istilahnya rijhtaffel, atau penyajian makanan untuk suatu pesta yang menggabungkan tatacara barat dengan sentuhan menu jawa yang khas seperti menu sop dan bistik. Kedua menu ini seperti menjadi wajib dalam setiap hajatan syukuran ataupun pernikahan. Dan sudah pasti kegiatan iris-iris yang dilakukan para rewang pada sebuah hajatan menjadi corak budaya baru tersendiri.

Keseharian tuan-tuan eropa dengan segala kebiasanyaa dalam membuat perjamuan ataupun pesta ternyata diikuti juga oleh orang-orang pribumi, terutama para penggede kuasa dan pemilik trah desa atau lungguh. Bagi kalangan berduit turah. Sebuah acara pesta bisa menandakan status sosialnya. Pun juga dalam hal penyajian menu makananya serta seperangkat perabotanya. Terkhusus tentang peralatan iris-iris atau rajang-rajang dalam mengolah suatu masakan keberadaan sebuah pisau ternyata begitu penting. 

Kalangan orang kaya Eropa waktu itu banyak memilih perangkat makan macam sendok dan garpu serta pisau asli berlabel eropa dari germany untuk untuk amunisi dapur para koki baboenya. Perangkat dengan cap tempa bertulis carl schliefer solingan adalah salah satu merk jaminan mutu dan tenar kawentar yang menyediakan barang-barang perkakas dapur mahal dan berkelas wahid waktu itu.

Sepertinya bentuk pisau dapur carl schliper solingen dari produsen jerman menjadi ispirasi para pande lading di koripan untuk dijadikan standar sebuah pisau dapur. Kalau kita membelek lembaran sejarah keberadaan pisau jerman di indonesia. Maka jejak mereka mulai terekam sekitar awal tahun 1914. Saat pabrik carl schliper membuka cabang pabrik di Batavia dan Semarang. Bedanya pisau koripan dihargai lebih terjangkau karena mengguanakan bahan baku besi limbah yang waktu itu mudah diperoleh.

Pisau dapur koripanpun akhirnya mempunyai kekhasan tersendiri yaitu tajam, sentuhan akhir dengan disepuh serta model pisau menyerupai carl schlieper solingan jerman. Para empu lading dari koripan ini sejak dahulu pula sudah terbiasa memproduksi berbagai jenis pisau dapur dalam jumlah yang banyak sekaligus.
pisau dapur koripan


Namun diakhir cerita dari pisau koripan ada sesuatu yang mandeg di perjalanan kiprah pisau jowo ini. Diantaranya adalah keterbatasan pilihan bahan baku, sentuhan akhir dari bilah-bilah pisau, serta mata rantai pemasaranya sendiri. Dengan semakin membanjirnya produk-produk pisau dapur dan alat pertanian di pasaran membuat persaingan menjadi semakin rumit. Belum lagi produk-produk dari pabrikan yang didatangkan secara import semakin membuat pisau koripan tersekat bias pada segment yang semakin mengecil. Bahan baku yang kurang mitayani menjadi titik hitam bahwa pisau dapur ini untuk tidak beranjak dari kelasnya. Bahkan sampai kini pisau dapur koripan lebih lumrah menjadi pisau untuk acara rajang-rajang rewang pada hajatan di kampung serta untuk souvenir buah tangan saja.

Cerita sepeda minitrek, Sepeda minion yang tidak langka tapi tak banyak yang punya.

November 22, 2019 3 Comments
Beberapa tahun belakangan kegiatan sepedaan atau gowes sedang ranum growingnya. Laiknya sebuah trend yang sedang menggejala beberapa type sepada begitu laris manis diburu masyarakat untuk dimiliki. dari type road bike, Mtb hingga sepeda lipat atau folding merupakan item most wanted yang sedang in. 

Bagi para pabrikan sepeda tumbuhnya gaya hidup masyarakat yang sedang gandrung gowes menjadi berkah tersendiri. Mulai brand lokal dengan harga yang lumayan terjangkau hingga merk-merk sepeda dari luar negeri sama-sama kecipratan omset yang tajam naik. 

namanya minion cerbong. hehehe
Dari kesemua merk dalam hal penjualan seperti kran  air yang dibuka, Soor... kencang memilah dan memilih sekmentnya sendiri-sendiri. Sebuah fenomena baru yang tak ditemui ditahun-tahun yang lalu.

Itu untuk jenis sepeda baru fresh dari pabrik. Nah kalau sepeda vintage atau lawasan bagaimana? Setidaknya setali tiga uang dengan booming gowes-gowesan sekarang ini. Beberapa komunitas penggemar sepeda lawas semakin greget eksistensinya. 

Tumbuh suburnya pengemar sepeda lipat khususnya di daearah perkotaan sepertinya turut menjadi trigger yang memantik penggemar sepeda mini untuk kembali eksis. Keberadaan sepeda mini, atau minion atau sebutan sepeda minitrek semakin hari semakin banyak pemilik atau penggemarnya yang kembali eksis di jagad gowes. Benarkah begitu?

Secara pribadi menurut saya setidaknya ada dua konsep dalam merakit sepeda minion dari bahan sepeda mini lawas. Yaitu model minion orisinilan dan model balap atau minitrek yang cenderung banyak mengunakan perangkat sepada road bike.

Bahan yang biasa digunakan untuk merakit sebuah sepeda minion umumnya adalah sepeda mini frame tunggal, ukuran 20” atapun ukuran 24.” Merk sepeda mini ada banyak nama ternyata. kebanyakan sepeda mini yang beredar diindonesia berasal dari jepang, Eropa dan China. Mulai dari merk deki, marubeni, sakura, katakura, shanghai, phoenik, jemboli, hingga sepeda sultan brand peugeot dan releigh.

Sekitar tahun 1980an sepeda mini mulai ngetrend di perkotaan terutama di jawa. Beberapa merk dari Jepang, serta China mendominasi waktu itu. yang paling banyak beredar tentunya sepeda dari daratan china yang dirakit di indonesia. mungkin karena harganya terbilang lebih masuk akal.

Umumnya merk dari Jepang dan Eropa besi bahan framenya lebih solit dan padat. Istilahnya sepeda jenis ini lebih anteb. Satu hal lagi, dulu sepeda mini biasanya identik dipakai anak-anak atau remaja cewek. Sedangkan anak cowok ya pilih memakai sepeda bmx. Wee lha kok malah sepeda cewek? runtutanya gimana to?

Entah mulai kapan persisnya pengkategorion sepeda mulai terbelah secara gender lazim di sematkan. setidaknya ada irah-irah yang nyangkut di jejak digital mbah gugel. adalah dedengkot produsen sepeda Releigh yang bermarkas di Nottingham Inggris yang menelurkan jenis sepeda terbaru mereka dengan embel-embel Women’s bike ndilalah sampai ke indonesia model sepeda yang dimaksud lazim sesebut sepeda jengki. 

Sementara masyarakat kita yang baru mengenal sepeda sejak masa kolonial waktu itu menterjemahkan sepeda bermadzab gender dengan sepede lanang (laki) yaitu punya dalangan tengah melintang, sedangkan sepeda wedok (sepeda wanita) cirinya rangka dalangan tengah lebih turun ke bawah. Tujuannya agar kaum hawa yang memakai rok atau jarit bisa gampang nyengklak demes Nggowes pedalnya. makanya sepeda jengki lazim juga disebut sepeda wanita. Kira-kira begitu ya..

Sepeda mini pun kecipratan label ini juga. Makanya asesoris bawaan sepeda mini sangat memanjakan maunya kaum hawa. Keranjang depan, posisi sadel yang tak terlalu tinggi plus ada pegas pernya. Hingga sproket atau gir yang ringan saat dikayuh, dijamin si pengayuh sepeda ini sangat nyaman gowesnya. Oiya sedikit flashback tentang model rangka sepeda mini ya. model rangka sepeda mini sebenarnya turunan dari model sepeda lipat tahun 60an yang sudah biasa digunakan masyarakat di benua biru Eropa sana lho.

Mungkin sudah jadi suratan takdir juga kalau masyarakat kita begitu kreatif bin glidik. Sepeda mini yang sedianya diperuntukkan untuk dedek cewek sekitar tahun 80an akhir, tak lama setelah sepeda mini membanjiri toko sepeda di tanah air malah banyak dipakai utuk adu kebut lurus, atau drag-dragkan. mulai anak remaja hingga dedengkotan, mereka kala itu begitu gandrung adu balap sepeda angin. 

Konon waktu itu lomba kebut sepeda sedang gayeng-gayengnya. sepeda mini yang sejatinya unyu-unyu dipilih untuk turun ke gelanggang. balap minicross yang banyak bergumul dengan gundukan tanah identik dengan sepeda bmx, karena memang sesuai dengan maqomnya. sedangkan gelanggang adu balap lurus, giliran sepeda mini jadi bintangnya. nama lombanya pun masyur disebut minitrek atau adu cepat di jalan lurus.

Alasanya simple saja waktu itu. Sepeda mini ternyata paling mudah di upgrate untuk bisa di ajak lebih kencang. Caranya tentu dengan mengganti gir asli bawaan dengan perangkat gir sepeda balap yang ukuranya lebih besar. Tinggal plek-plek-plek, perangkat sepeda balap pun bisa nemplok di sepeda mini. 

Selain itu rangka sepeda mini lebih ringan dibandingkan sepeda kecil sejenis yang beredar. Apalagi bila dibandingkan sepeda banana seat, atau istilah sekarang sepeda low rider. Hhmm jauh bro.. Jadi ada yang punya cerita nostalgia dengan sepeda minion? Sharing yuk...

Menganyam sejarah scooter Bajaj di Indonesia, si kembar cantik primadona kalangan hedonis. Bagian 2

November 07, 2019 Add Comment


Membicarakan kiprah scooter bajaj 150 deluxe dan bajaj 150 super di jalanan indonesia tentunya tidak bisa di pisahkan dengan mulai tumbuhnya budaya konsumtif masyarakat dalam membelanjakan dana untuk sebuah kendaraan. Hadir dengan warna-warna body pastel, membuat scoter bajaj bak putri cantik yang genit manja. Dengan cepat bajaj 150 deluxe dan bajaj 150 super dimiliki oleh kalangan berduit yang sedang gandrung tebar pesona. 

seoarang mahasisiwa gaul dengan scooternya tahun 1977. arsip perpusnas

Bayangkan secara harga hampir tiga kali lipat dari harga motor bebek dari jepang. Alih-alih dengan harga mahal membuat kendaraan bermesin genap 149 cc ini tak laku, ternyata permintaan malah tak surut kendor. Laris manis istilahnya.

Meneropong masa lalu tepatnya sekitar pertengahan tahun 70an sulit rasanya jika menggambarkan keadaan ekonomi masyarakat dengan konsidisi ekonomi negara yang sedang “untung besar”. Adalah bulan madu harga minyak bumi yang harganya terkerek menggila ditambah dengan eforia kestabilan pembangunan yang terus didengungkan pemerintah orde baru. Hal ini membuat kalap masyarakat berduit lebih untuk bergabung berebut naik status sosial dengan meminang sebuah kendaran. Istilahnya ngehe waktu itu belum sah disebut kaya kalau belum punya scooter vespa, tentunya scooter bajaj ikut terciprat pamornya juga.

Namun ternyata keadaan tak berlangsung lama, hanya segebyar dua gebyar saja. Kapitalisasi industri otomotif dari jepang yang agresif dengan menghadirkan kendaraan bermotor dengan harga murah, dan irit bahan bakar ternyata menuai sukses besar. melalui brand honda, yamaha dan suzuki, trio jepang ini langsung menjadi pemimpin pasar sejak akhir tahun 70an. ceruk pangsa pasar scooterpun lambat laun semakin menipis kuenya.

Mengkeretnya pangsa pasar scooter semakin menjadi setelah resesi ekonomi tahun 80an yang sunyi tetapi menyakitkan. Pangsa pasar scooter yang mengecil masih diperebutkan setidaknya tiga merk yaitu : vespa, bajaj, dan lambretta. Secara historis posisi brand bajaj tidaklah menguntungkan valuenya.

Lepas dari gonjang-ganjing persoalan akut yang mendera PT bintang terang (pemegang merek dagang scooter bajaj dan kawasaki di indonesia). ditambah ketidakstabilan ekonomi yang berlarut-larut turut andil dalam menenggelamkan nama scooter bajaj di nusantara. Indikasi tetanda rubuhnya ekonomi tahun 80an tercermin dengan defisitnya pendapatan pertamina (setidaknya istilah halus dari bangkrut) pada awal taun 1980an akibat tumbangnya harga minyak hingga level terendah dalam sejarah. 

Keadaan kas negara waktu itu konon kabarnya ludes diujung tanduk. Belum lagi beragam drama koruptif di hampir semua perusahaan milik negara silih berganti mengemuka.

Karena begitu linglungnya pemangku kebijakan dalam mengantisipasi kondisi ekonomi negara. munculah salah satu kebijakan tak populer yang diambil. adalah devaluasi nilai mata uang rupiah terhadap dollar US. Lagi-lagi nilai tukar rupiah pada dollar US harus ditambal.

Apakah masyarakat kita terbelalak pada kenyataan waktu itu?sepertinya tidak. Kegentingan krisis ekonomi seperti ditutup rapat-rapat oleh pemerintah orde baru.  Dan hanya menjadi bisik-bisik sunyi dari segelintir di lingkungan elit saja. Yang terjadi di masyarakat khususnya tukang bakul adalah pola ganti harga secara masif dan sepihak. Pokoknya sejak tahun 80an semua harga kendaraan naik 1 digit harganya.

Ibaratnya kena pukulan upper cut double-bouble dari seoarang muhammad ali, sektor industri otomotif baik roda dua dan roda 4 seperti terantai pada lantai dan tumbang. Kredit macet dan mbulet teramat gamblang untuk disebut jadi nyata. Kondisi terkritis tentunya dialami brand bajaj. Ibarat anak anyam sudah kehilangan induknya, ternyata masih ditambah dihardik dari halaman pekarangan pemilik rumah. Jangankan berinovasi melahirkan produk dengan teknologi baru sesuai tuntutan jaman seperti kompetitor terutama piagio vespa yang melahirkan vespa 150 px yang lahir tulen dari pabrik DanMotor. teknologi bajaj deluxe dan super seperti selangkah tertinggal dalam teknologi.

Metode pemasaran dengan kredit yang menjadi andalan bajaj seperti mati kutu saat resesi ekonomi. Cashflow perusahaan seolah mampet karena persoalan kredit macet. Sekedar bertahan dengan terus memantek emblem bajaj di tebeng depan saja rasanya sulit dilakukan. makanya jangan kaget kalau menemukan scooter bajaj tapi pakai emblem di tebeng pakai tulisan vespa. Praktik ini sejak tahun 80an ternyata sudah jamak dilakukan.

Selain karena faktor kompetisi yang tidak menguntungkan lagi, merosotnya pamor scooter bajaj juga disebabkan dari ulah internal perusahahan sendiri. Usut punya usut ternyata PT Bintang Terang Bekasi yang mendatangkan bajaj dari negeri india sudah divonis bangkrut karena terlilit utang akut pada tahun 1980. 

Kondisi tersebut diperparah dengan kenyataan bahwa borok legalitas dokumenya terkuak.  Istilah menohok waktu itu PT bintang terang terbukti “main kayu” dalam dokumen impornya. Duh nasib bajaj.



Featured Post

Nostalgia Sepeda Jengki Phoenix, sepeda China yang dimiliki hampir seluruh keluarga Indonesia

                    Pertengahan tahun 1965 Presiden pertama RI Soekarno pernah menumpahkan kekesalanya pada budaya barat yang mulai tersemai...

Artikel lainya gan..