Showing posts with label tembang semut ireng anak sapi. Show all posts
Showing posts with label tembang semut ireng anak sapi. Show all posts

Renungan penuh makna dalam tembang pengantar tidur “Semut ireng anak-anak sapi”

February 14, 2018 11 Comments

Semut ireng Anak anak sapi
Kebo bongkang anyabarang kali bengawan
Keong kondhang jarak sungute Timun wuku ron wolu
Suroboyo geger kepati pati
Gegere wong ngoyak macan
Cinandak wadahi bumbung
Alun-alun kartosuro Gajah meto cinancang wit sidoguri
Mati cineker pitik trondol

Penggalan tembang Dandanggulo diatas pasti tidak asing lagi, terutama yang pernah menghabiskan masa kecil di desa. 
Ada yang menyebutkan bahwa tembang dandanggulo tersebut karya kanjeng sunan Kalijoga, ada pula yang menyetakan karya dandanggulo semut ireng anak-anak sapi ini karya maestro Joyoboyo. Namun satu benang merah diantara keduanya adalah kesamaan persepsi atau cara pandang yang sarat makna. Bertutur dari generasi tua ke generasi muda (yang menurut saya sangat “makjleb”) agar menjadi generasi yang lebih baik dan berguna.

Simbah saya (nama simbah kakung saya Joyo Sadikun..sungkem suwon simbah mugi tentrem ing ngarsanipun Gusti lan kalebet ing suarginipun Allah aamiin) dulu sering menyanyikan tembang ini sebagai pengantar tidur. Bait kedua biasanya saya sering nyaut saat simbah kakung “membabar” artinya “kebo ginuk-ginuk kok isoh nyabrang kali guede yo le” “isoh lo kung, wong aku pernah iruh kebo nglangi neng oro-oro jimbung” melihat kerbau berenang di rowo jimbung merupakan pengalaman pertama saya pas di ajak simbah Martho tetangga simbah putri Maemunah ketika masih tinggal di dusun ngruweng (sebelah utara paseban makam sunan tembayat) walah kok dadi ngelantur…uhuk uhuk…




Hingga saat ini terjemahan dan tafsiran tembang dandanggulo tersebut sudah banyak. Namun dalam tulisan ini saya mencoba menafsirkan “uro-orone simbah” menurut versi perenungan saya..
mohon maaf jika ada lancang kata dan salah makna..nuwon

***********
Semut ireng Anak-anak sapi
Kebo bongkang anyabarang kali bengawan
Sebuah simbul hadirnya orang besar atau pemimpin besar dari dari kalangan khalayak kebanyakan. Yang menjadi cirri pembeda dari seorang pemimpin besar adalah semangat kebo bongkang atau kerbau kuat dan pekerja keras yang mempunyai keberanian menlewati haling rintang yang selalu membelenggu.  

Keong kondhang jarak sungute Timun wuku ron wolu
Suroboyo geger kepati pati

Ini sebuah kiasan nasehat dari si pengarang tembang kepada generasi mendatang agar lebih bisa melihat jauh kedepan jangan hanya seperti keong atau siput biasa yang lambat dan rabun tetapi keong yang berani menjulurkan mata dan melihat sejelas-jelasnya, melihat persoalan dari banyak sudut pandang, mendengar masukan dan nasihat dari orang lain, hingga membuat keputusan yang arif dan bijak. Suroboyo geger kepati pati adalah lambang kehidupan keduniawian yang yang seolah tiada akhir, saling rebut saling sikut, saling serakah saling menyakiti seperti pertempuran antara suro dan boyo yang harus terjadi secara abadi untuk menunjukkan siapa yang paling kuat.

Gegere wong ngoyak macan
Cinandak wadahi bumbung

Suksesi pemimpin selalu menimbulkan “horeg", rebut ribut saling adu kuat demi mendapatkan “macan” atau pengajuan raja, namun setelah tercapai keinginannya semua menjadi kehilangan makna. Makna Raja yang seharusnya mengayomi dan memakmurkan rakyatnya selalu disembunyikan, dan terpenjarakan. Pemimpin selalu saja menindas dan lupa jati dirinya, lupa asal usulnya, lupa pada semut ireng asal usulnya.

Alun-alun kartosuro Gajah meto cinancang wit sidoguri
Mati cineker pitik trondol

Yang dilihat dan didengar pemimpin atau penguasa yang lupa asal usulnya adalah hanya “alun-alun” hanya melulu yang ada disekitarnay saja, tidak mendengarkan langsung rakyatnya, kalau rakyatnya teriak susah didengar suka mengeluh, kalau rakyatnya mengusulkan perubahan didengar mengancam kekuasaan dan mengajak perang. 


Gajah meto cinancang wit sidoguri melambangkan tokoh agama, orang pandai, dan pengingat sejarah yang seharusnya selalu ada disisi seorang raja yang sesungguhnya ikut keblinger berebut pengaruh kekuasaan. Mereka yang seharusnya sebagai tempat bertanya, sebagai tempat meminta pertimbangan dari rakyat jelata melupakan tempatnya. Orang pandai ilmu dan pandai agama lebih sibuk mengurusi hal remeh temeh. Hingga rasa percaya rakyat dan pemimpin semakin hilang pada mereka. Hingga rakyat dan pemimpin lebih mendengarkan hasutan dari “ayam trondol” atau perlambangan orang yang suka menghasut, mengadu domba dan bikin ulah namun tidak mau mengakui perbuatan jahatnya.


Apakah pembesar negeri ini yang sekarang tengah berebut kuasa sekarang seperti ini? Wallahualam…sayapun tak tahu. Namun jelas leluhur dan pendahulu kita telah mengajarkan nasehat yang luar biasa kepada kita. Mereka telah mengajarkan senandungkan kidung kedamaian, berharap masa depan anak cucu penerus mereka tidak lupa asal usulnya. selalu ingat dari mana mereka berasal. Salam….  

Featured Post

Nostalgia Sepeda Jengki Phoenix, sepeda China yang dimiliki hampir seluruh keluarga Indonesia

                    Pertengahan tahun 1965 Presiden pertama RI Soekarno pernah menumpahkan kekesalanya pada budaya barat yang mulai tersemai...

Artikel lainya gan..